‘Penjara’ Membesarkan Mereka

Buya Hamka berhasil menyelesaikan Tafsir Al-Azhar saat dipenjara/Wikipedia

AMANPALESTIN.ID, BANDUNG — Jika kamu pernah menjadi seorang santri yang tinggal di pondok pesantren, tentunya kamu tidak akan asing dengan istilah ‘penjara suci’. Biasanya, anak-anak pondok yang sedang berlibur dan merasa masa tenggang liburan akan habis, akan membuat status di media sosial seperti ini: “Kembali ke penjara suci”, ditambah dengan emoticon sedih. Itu salah satu ciri khas anak yang mondok di pesantren.

Istilah penjara bagi siapa saja yang mendengarnya akan menjadi momok yang menakutkan. Karena masyarakat menganggap bahwa penjara adalah tempat rehabilitasi orang-orang jahat, orang-orang tak bertanggungjawab, dan orang-orang nakal. Ya, mungkin itu benar, tapi tak sepenuhnya benar.

Sama halnya dengan pesantren, zaman dahulu masyarakat menganggap tempat itu sebagai tempat rehabilitasi anak-anak terbelakang, anak-anak nakal agar bisa jadi baik, tempat untuk membuang anak. Namun, mungkin stigma masyarakat modern saat ini terhadap pesantren telah berubah seiring dengan berkembangnya zaman.

Ada berbagai alasan banyaknya orang tua memasukkan anaknya ke pondok pesantren, salah satunya adalah agar terjaga dari segala marabahaya dan kemaksiatan dunia, erutama orang tua yang memiliki anak perempuan. Di zaman sekarang ini, tidak hanya laki-laki yang memiliki sifat bejat atau tidak beradab. Wanita pun sekarang seperti itu.

Jika melihat dari sudut pandang yang berbeda, penjara tak selamanya menjadi tempatnya orang-orang jahat. Penjara bukan juga tempat orang-orang yang hina. Bahkan ada beberapa orang yang menetap di penjara berkata bahwa penjara dapat menjadi tempat untuk bermuhasabah diri. Banyak pula tokoh-tokoh dunia yang melahirkan karya-karya fenomenal selama mereka mendekam di penjara. Mereka berfikir, berbuat dan berkarya sekalipun di penjara. Karena yang terpenjarai dari mereka adalah jasad, bukan akal pikiran dan juga hati nurani.

Buya Hamka

Sebut saja Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang kita kenal dengan tokoh ulama besar di Indonesia, Buya Hamka. Beliau adalah salah satu ulama dan penulis Islam Indonesia paling produktif. Karya tafsirnya, Al-Azhar, dibaca kaum muslimin dari Mesir sampai London.

Pada 27 Januari 1964, Hamka ditangkap penguasa Orde Lama dengan tuduhan berkhianat terhadap Tanah Air. Selama dua tahun di balik sel penjara, Hamka berhasil menyelesaikan penulisan tafsirnya yang kemudian pada tahun 1967, tafsir itu untuk pertama kalinya terbit dengan nama Tafsir Al Azhar.

Sayyid Quthb

Lalu ada Sayyid Quthb yang dipenjara pada tahun 1966 karena dituduh ikut terlibat dalam rencana pembunuhan presiden Mesir saat itu, Gamal Abdel Nasser. Sayyid Quthb akhirnya dijebloskan ke penjara hingga pada tanggal 29 Agustus 1966, beliau dijatuhi hukuman gantung dan mati syahid. Selama di penjara, beliau menghasilkan banyak karya fenomenal yang sampai saat ini masih menjadi karya yang luar biasa. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Ma’alim Fi-th-thariq dan surat kecil sebelum dirinya dieksekusi hukuman gantung berjudul ‘Mengapa Saya Mati’.

Ir. Soekarno

Tokoh proklamator Indonesia, Ir. Soekarno juga pernah mengalami rasanya penjara ketika beliau masih berusia 28 tahun. Bukan Soekarno namanya jika tak bertindak. Meski mendekam di balik penjara, daya berpikirnya tak berhenti sampai disitu. Selama di penjara, beliau menulis sebuah pledoi (pidato pembelaan) berjudul ‘Indonesia Menggugat’ yang akhirnya diterbitkan menjadi sebuah buku fenomenal.

Bahkan, Nabi Yusuf ‘alaihissalam saja lebih memilih penjara daripada melakukan maksiat yang ada di dunia.

“Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh.”

Kata-kata Nabi Yusuf berikut ini diabadikan dalam Al-Qu’ran surat Yusuf ayat 33

Bolehlah kita menganggap wujud pesantren adalah ‘penjara suci’. Namun, banyak yang perlu ditelisik lebih jauh bahwa pesantren adalah tempat fokus diri. Hal ini juga berlaku untuk siapapun dan dimanapun, tidak hanya pesantren.

Mengapa seorang penulis bisa menghasilkan sebuah karya yang hebat? Karena dia memiliki fokus terhadap apa yang ingin dia hasilkan. Mengapa seorang arsitek bisa menghasilkan sketsa bangunan megah nan mewah yang luar biasa? Itu juga dikarenakan dia memiliki fokus terhadap apa yang dia cintai.

Mari kita lihat sisi yang berbeda dari sebuah ‘penjara suci’ atau tempat yang kita anggap buruk itu sendiri. Kalau narapidana saja bisa beranggapan bahwa jeruji penjara yang sesungguhnya, yang di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki sejarah kelamnya masing-masing, dari latar belakang keluarga yang berbeda pula, tidak beralaskan kasur namun lantai, dinding-dindingnya begitu dingin ketika malam hari mampu menjadi tempat untuk berbenah dan perbaikan diri, baik jasadi dan ruhani. Bahkan sampai mungkin menghasilkan karya walau dengan segala keterbatasan.

YAPI Media
Share this post:
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments