AMANPALESTIN.ID, BANDUNG — Indonesia berhasil melaksanakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 setelah Proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta di Jakarta. Sebelumnya, menyerahnya Jepang pada Sekutu di 14 Agustus 1945 menjadi momentum penting Indonesia untuk bersiap atas kemerdekaannya. Meskipun sempat terjadi ketegangan antara golongan tua dan muda mengenai kapan tepatnya Indonesia harus mengumumkan kemerdekaannya.
Merdekanya Indonesia atas penjajahan Portugis, Belanda, Jepang bahkan Sekutu tentunya sangatlah dinantikan oleh seluruh masyarakat Indonesia saat itu. Lebih dari 3,5 abad lamanya Indonesia harus menderita karena penjajahan yang tak berkesudahan, sehingga kemerdekaan adalah harga mati bagi seluruh masyarakat.
Namun ternyata, jauh sebelum Indonesia mengumumkan kemerdekaannya pada tahun 1945, ada negara yang lebih dahulu mendukung dan mengakui kedaulatan Indonesia, padahal saat itu Indonesia masih dalam penjajahan dan belum ada tanda-tanda merdeka. Negara tersebut adalah Palestina.
Deklarasi Balfour, Keruntuhan Turki Ustmani dan Perjanjian Versailles
Pada tahun 1917, Inggris menguasai Palestina dan mengeluarkan Deklarasi Balfour yang isinya menjanjikan penciptaan tanah air nasional bagi kaum Yahudi di wilayah negara Palestina yang nantinya dikenal sebagai Israel. Selain itu, Inggris juga mengizinkan migrasi orang Yahudi dan zionis ke Palestina. Tujuan utamanya adalah untuk mendirikan negara Yahudi. Adanya Perjanjian Balfour tersebut tentunya hanya menguntungkan pihak penjajah yaitu kolonial Inggris dan orang-orang Yahudi.
Setelah runtuhnya khilafah Islam terakhir yaitu Turki Utsmani pada tahun 1924 dan munculnya Perjanjian Versailles, Inggris dan Prancis menjadi negara yang membuka jalan untuk menguasai Timur Tengah dengan dalih sistem mandat. Meskipun, orang-orang di Negara-Negara Islam sudah menyadari bahwa sistem mandat hanyalah kata lain dari penjajahan.
Masuknya Inggris dan Prancis menjadi awal mula terjadi radikalisasi di Arab.
Syeikh Muhammad Amin Al Husaini dan Keluarganya
Syeikh Muhammad Amin Al Husaini merupakan seorang Mufti Agung Palestina sekaligus Pemimpin Tertinggi Dewan Palestina saat itu yang berasal dari keluarga terpandang, baik secara politik maupun ekonomi. Al Husaini juga memberikan hibah kepada para mahasiswa asal Indonesia yang belajar di Kairo, Beirut, Baghdad dan Damaskus sebanyak 2 poundsterling per-orang. Sejak dulu, Al Husaini bahkan sudah banyak memberikan kontribusi memperjuangkan Palestina bersama pamannya, Musa Al Husaini.
Musa Al Husaini seringkali melakukan diplomasi dengan kolonial Inggris terkait pembentukan negara Yahudi di wilayah Palestina agar hal tersebut tidak terjadi. Namun, diplomasi tersebut gagal. Karena merasa tidak mendapatkan feedback yang baik dari kolonial Inggris, Musa Al Husaini mencoba cara lain dengan melakukan konfrontasi melalui keikusertaan dirinya pada beberapa kerusuhan dengan pidato-pidatonya yang menghasut.
Namun, pada kerusuhan yang terjadi tahun 1933, Musa Al Husaini dipukuli oleh polisi Inggris dan akhirnya menyerah karena mengalami banyak luka yang cukup parah. Setelah kerusuhan tersebut, Amin Al Husaini terpaksa melarikan diri ke Italia, dan kemudian ke bertempat ke Jerman. Pada masa Perang Dunia II pecah, Jerman menawarkan Al Husaini bantuan perlindungan dari kolonial Inggris dan Zionis.
Perjuangan Mengakui Kemerdekaan Indonesia
Setelah menetap di Jerman, pada 6 September 1944 Al Husaini mengumumkan pengakuan dan dukungan Palestina terhadap Indonesia melalui Radion Berlin menggunakan bahasa Arab. Siaran tersebut diulang selama dua hari, bahkan disebarkan juga di surat kabar harian Al Ahram. Sehari setelahnya, 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso memberikan janji kemerdekaan bagi Indonesia di depan sidang parlemen Jepang Teikoku Ginkai.
Segera setelah pengumuman Jepang yang berencana memberikan kemerdekaan pada Indonesia, Al Husaini mengirimkan telegram pada 3 Oktober 1944 ke Kedutaan Besar Jepang di Jerman untuk menegur pemerintah Jepang karena belum juga memberikan kemerdekaan Indonesia seperti yang dijanjikan. Kongres Muslim Dunia juga turut menekan pemerintah Jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Kontribusi Muhammad Ali Taher Terhadap Kemerdekaan Indonesia
Selain Syeikh Muhammad Amin Al Husaini, ada pula seorang teman dari beliau bernama Muhammad Ali Taher yang memiliki peran sama pentingnya dalam kemerdekaan Indonesia. Taher memindahkan sebagian besar harta miliknya di Palestina ke berbagai bank Indonesia demi mendukung perekonomian Indonesia.
Wakil Duta Besar Palestina di Jakarta, Taher Ibrahim Hamad menuturkan bahwa Amin Al Husaini tidak membantu Indonesia hanya karena mayoritas muslim, namun Al Husaini juga memiliki simpati yang besar terhadap orang-orang Vietnam yang juga memperjuangkan kemerdekaan mereka.
Ia lebih lanjut menuturkan, “Di Palestina, kami tidak berjuang untuk menciptakan negara Islam melainkan negara untuk Muslim, Kristen dan Yahudi. Anda bisa mengatakannya sebagai negara ‘Pancasila’.”
*Diambil dari berbagai sumber