Mempelajari Keamanan Manusia penting adanya karena sejak dahulu bahkan hingga saat ini, ancaman-ancaman internasional, transnasional ataupun nasional sekalipun dapat membahayakan manusia. Ancaman-ancaman seperti kejahatan perang, perdagangan manusia, terorisme, kemerosotan ekonomi dapat mempengaruhi kesejahteraan hidup manusia.
Menurut UNDP, ada tujuh komponen keamanan manusia yang pemenuhannya wajib menjadi tanggungjawab pemerintah setiap negara; (a) keamanan ekonomi, (b) keamanan pangan, (c) keamanan kesehatan, (d) keamanan lingkungan, (e) keamanan lingkungan hidup, (f) keamanan personal, (g) keamanan komunitas, dan (h) keamanan politik. Tujuh komponen tersebut bisa disimplifikasikan menjadi dua komponen utama, yaitu freedom from fear (bebas dari rasa takut) dan freedom from want (bebas dari ketidakmampuan untuk memiliki) (Ashadi, 2019).
Keamanan manusia (human security) lebih penting ketimbang state security (keamanan nasional). Karena keamanan manusia merupakan dasar dari keamanan nasional. Selain itu, gagasan mengenai keamanan manusia lebih jelas dalam Laporan UNDP mengenai Human Development Report of the United Nations Development Program pada 1994 (Fitrah, 2015).
Isu human security dianggap lebih penting dalam kajian kontemporer karena masalah-masalah kemanusiaan lebih banyak muncul ke permukaan saat ini. Masalah-masalah itu mulai dari pengungsi akibat konflik dan kekerasan fisik, penjualan anak-anak dan wanita, masalah pangan, terorisme, perdagangan senjata ilegal, pelanggaran HAM dan lain sebagainya.
Keamanan manusia dengan islam memiliki kaitan yang erat. Hal ini dikarenakan Islam merupakan agama yang universal, atau dikenal dengan istilah syumul. Memang tidak ada istilah signifikan mengenai keamanan manusia dalam islam. Namun, nilai-nilai seperti keadilan, kejujuran, kasih sayang, toleransi, kebaikan, merupakan hal-hal umum yang diajarkan islam kepada para umatnya.
Dalam sebuah Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, nabi bersabda:
المسلم أخو المسلم، لا يظلمه ولا يخذله ولا يحقره، بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم
Artinya:
”Setiap muslim adalah bersaudara satu sama lain, tidak boleh menzhaliminya, tidak membiarkannya (terdzalimi), dan tidak juga merendahkannya, cukup seseorang berbuat keburukan dengan cara dia merendahkan saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim).
Bahkan, dalam Al-Qur’an, manusia dilarang untuk saling melukai bahkan sampai membunuh manusia yang lainnya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Ma’idah ayat 32:
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Artinya:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS. Al-Ma’idah: 32)
Keamanan manusia dengan konteks yang berbeda dapat dijelaskan melalui konsep ushul al-khamsa dalam maqashid syari’ah. Menurut Imam Al-Gazali, kebutuhan utama mencakup tiga hal; dharury, hajy dan tahsiny. Yang pertama adalah pemenuhan kebutuhan pokok yang mencakup dalam lima hal, yaitu hifdzu ad-din (memelihara agama), hifdzu an-nafs (memelihara jiwa), hifdzu al-‘aql memelihara akal), hifdzu a-maal (memelihara harta), dan hifdz al-irdl (memelihara kehormatan). (Jamal, hal. 8). Kelima unsur inilah yang harus menjadi penunjang bagi kesejahteraan hidup manusia di dunia dan akhirat.
Hifdzu nafs merupakan salah satu tujuan yang ada dalam maqasid syari’ah agar dapat mewujudkan dan memelihara kelima unsur pokoknya (ushul al-khomsah) untuk menciptakan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Kelima unsur itu adalah agama, jiwa, keturunan, akal dan harta (Jamal, hal. 7). Dalam islam, setiap individu wajib untuk menjaga diri sendiri dan orang lain. Jaminan keselamatan jiwa (almuhafadzah ‘ala al-nafs) ialah jaminan keselamatan atas hak hidup yang terhormat dan mulia. Jaminan keselamatan ini dapat dikategorikan seperti keselamatan nyawa dan badan, terjaminnya kehormatan manusia, kebebasan berbicara, kebebasan berfikir atau berpendapat dan lain sebagainya (Siti, 2020).
Menurut Eliwarti Maliki hifdzu nafs dielaborasikan menjadi haq alhayat (hak hidup. Hak ini bukan sekedar didasarkan sebagai alat untuk membela diri, melainkan hal ini seharusnya diarahkan untuk menciptakan kualitas kehidupan manusia yang lebih baik. Hak hidup harus diorientasikan pada perbaikan kualitas kehidupan manusia seutuhnya (Jamal, hal. 9).
Keamanan manusia pada dasarnya relevan dengan konsep hifdzu nafs yang merupakan salah satu dari lima tujuan maqashid syari’ah yang dikenal dengan ushul al-khamsah. Meskipun sebenarnya, ushul al-khamsa juga dapat dijadikan sebagai integrasi dengan tujuh komponen yang ada dalam studi keamanan manusia. Keamanan manusia dan hifdzu nafs sama-sama memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia dan melindungi manusia tanpa melupakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. Sehingga, kehidupan manusia dapat senantiasa sejahtera dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun.
REFERENSI
Al-Qur’aAnul Kariim.
Ashadi, W. (2019). Human Security dan Islam: Studi Kasus Kematian Jamal Ahmad Khasoggi. Dauliyah, Vol. 4, No. 2, Juli, 51.
Fitrah, E. (2015). Gagasan Human Security dan Kebijakan Keamanan Nasional Indonesia. INSIGNIA, Journal of International Relations Vol. 2, No. 1 April, 26.
Jamal, R. (t.thn.). Maqashid Al-Syari’ah dan Relevansinya Dalam Konteks Kekinian. Skrisi STAIN Manado, 7.
Siti, A. (2020). Implementasi Pemeliharaan Jiwa (Hifdz Al-Nafs) Pada Pengasuhan Anak Berbasis Keluarga. Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 5, No. 2, 157.